Bertualang Bersama “Hellboy: The Crooked Man”

Ketika bicara tentang Hellboy, Anda pasti membayangkan tanduk patah dan sikap nyeleneh khasnya, ya ‘kan? Tapi mari fokus pada “The Crooked Man.” Komik ini seperti pedang bermata dua: memikat sekaligus mengerikan. Nah, petualangan di sini berbeda dengan yang lain. Tak ada sinar kota atau teknologi canggih. Sebaliknya, Hellboy berada di sebuah desa terpencil di Appalachia. Bayangkan, suasana seperti film horor edan! Baca lebih lanjut di My Nex

Hellboy bertemu dengan sekelompok orang yang tampak ramah. Tapi tentu saja, selalu ada udang di balik batu. Di balik senyum manis penduduk, tersimpan rahasia kelam. Sudut gelap di desa ini dihuni oleh kekuatan menyeramkan yang disebut The Crooked Man. Nama ini saja sudah membuat bulu kuduk berdiri, bukan?

Petualangan ini seperti menelusuri labirin tanpa peta. Satu salah langkah, tamatlah nasib si Hellboy. Namun, ia bukan sosok pecundang. Seperti banteng, dia melibas setiap rintangan. Kekuatan sihir kuno dan dendam masa lalu menciptakan konflik yang bikin tegang. Rasanya seperti menyusuri kegelapan dengan hanya obor kecil di tangan. Seram, tapi ada juga kejutan menarik di tiap sudut.

Mike Mignola, sang kreator, tidak setengah-setengah dalam membawa kita ke belantara mencekam ini. Atmosfer Appalachian tersaji autentik, seperti melihat lukisan Edward Hopper berwarna gelap. Setiap panelnya adalah pesta visual yang mengundang pertanyaan. Apalagi, siapa pun yang mengarungi cerita ini seperti mengikuti seminar tanpa guru. Kita diberi kebebasan menafsirkan.

Cerita ini ada bumbu humor yang menyegarkan di tengah kegelapan. Seperti minum es teh manis di bawah terik matahari. Kalimat-kalimat yang terucap kadang mengundang tawa, seolah memberi jeda sebelum melangkah lebih dalam ke kerapuhan dan ketakutan. Ada momen cela-mencela yang bikin gelengan kepala. Pembaca seolah diajak ikut ngobrol santai sambil tentunya tetap waspada.

Tak bisa dipungkiri, “Hellboy: The Crooked Man” menghadirkan tantangan yang lebih dari sekadar cerita komik kebanyakan. Ini bukan suguhan bakso instan yang langsung habis. Sebaliknya, setiap halamannya kaya visi dan misi tersembunyi. Lalu, bagaimana dengan akhir cerita? Nah, itu seperti menggigit cilok panas—harap-harap cemas, apa bakal kepanasan atau justru nikmat.

Perjalanan membaca ini memang tak biasa. Seperti menaiki rollercoaster yang hanya bisa berhenti ketika sudah tiba di titik akhir. Dan saat tiba itu, ada perasaan campur aduk: puas sekaligus penasaran. Seperti kata orang, lebih baik menyesal mencoba daripada menyesal tidak mencoba sama sekali. Jadi, beranikah Anda bertualang dengan Hellboy kali ini? Ayo, putuskan sendiri!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *